Nama : 1.) Deby Surya Maharani (05)
2.) Fahrizal Surya Hartoyo (09)
3.) Ria Triamar (21)
4.) Rizka Innas Putriana (23)
KELAS XII IPA 6 SMAN 7 KEDIRI
TAHUN AJARAN 2014/2015
1. Makna Nilai dalam
Pancasila
a. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa
Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan
sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa indonesia
merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga
memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati
kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif
antarumat beragama.
b. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai
moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagaimana mestinya.
c. Nilai Persatuan
Nilai persatuan indonesia mengandung
makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa
nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia
sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang
dimiliki bangsa indonesia..
d. Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah
mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
e. Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu
tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun
batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya
abstrak dan normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat
operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh
nilai instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
lainnya. Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai.
Artinya, dengan bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan
dijabarkan nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.
2. Nilai Pancasila menjadi Sumber Norma Hukum
Upaya mewujudkan Pancasila sebagai
sumber nilai adalah dijadikannya nilai nilai dasar menjadi sumber bagi
penyusunan norma hukum di Indonesia. Operasionalisasi dari nilai dasar
pancasila itu adalah dijadikannya pancasila sebagai norma dasar bagi penyusunan
norma hukum di Indonesia. Negara Indonesia memiliki hukum nasional yang
merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum Indonesia itu bersumber dan
berdasar pada pancasila sebagai norma dasar bernegara. Pancasila berkedudukan
sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm (norma fondamental
negara) dalam jenjang norma hukum di Indonesia.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya
dijabarkan dalam berbagai peraturan perundangam yang ada. Perundang-undangan,
ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan,
dan peraturan-peraturan lain pada hakikatnya merupakan nilai instrumental
sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar pancasila.
Sistem hukum di Indonesia membentuk
tata urutan peraturan perundang-undangan.
Tata urutan peraturan
perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketetapan MPR
No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum
dan tata urutan perundang-undangan sebagai
berikut.
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia
c. Undang-undang
d. Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang (Perpu)
e. Peraturan Pemerintah
f. Keputusan Presiden
g. Peraturan Daerah
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004
tentang pembentukan Peraturan
perundang-undangan juga menyebutkan
adanya jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan sebagai berikut:
a. UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
b. Undang-undang/peraturan pemerintah
pengganti undang-undang (perpu)
c. Peraturan pemerintah
d. Peraturan presiden
e. Peraturan daerah.
Pasal 2 Undang-undang No. 10 Tahun
2004 menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum
negara. Hal ini sesuai dengan kedudukannya sebagai dasar (filosofis) negara
sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945
Alinea IV.
3. Nilai Pancasila menjadi Sumber Norma Etik
Upaya lain dalam mewujudkan pancasila
sebagai sumber nilai adalah dengan menjadikan nilai dasar Pancasila sebagai
sumber pembentukan norma etik (norma moral) dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai pancasila adalah nilai moral. Oleh karena
itu, nilai pancasila juga dapat diwujudkan kedalam norma-norma moral (etik).
Norma-norma etik tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman atau
acuan dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Bangsa indonesia saat ini sudah berhasil merumuskan norma-norma etik
sebagai pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma-norma etik tersebut
bersumber pada pancasila sebagai nilai budaya bangsa. Rumusan norma etik
tersebut tercantum dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan
Berbangsa, Bernegara, dan Bermasyarakat.
Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang
etika Kehidupan Berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat merupakan penjabaran
nilai-nilai pancasila sebagai pedoman dalam
berpikir, bersikap, dan bertingkah
laku yang merupakan cerminan dari nilai-nilai
keagamaan dan kebudayaan yang sudah
mengakar dalam kehidupan bermasyarakat
a. Etika Sosial dan Budaya
Etika ini bertolak dari rasa
kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling
peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan tolong
menolong di antara sesama manusia dan anak bangsa. Senafas dengan itu juga
menghidupkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang
bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu,
perlu dihidupkan kembali budaya keteladanan yang harus dimulai dan
diperlihatkan contohnya oleh para pemimpin pada setiap tingkat dan
lapisan masyarakat.
b. Etika Pemerintahan dan Politik
Etika ini dimaksudkan untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif; menumbuhkan suasana
politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab,
tanggap akan aspirasi rakyat; menghargai perbedaan; jujur dalam persaingan;
ketersediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar walau datang dari orang
per orang ataupun kelompok orang; serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Etika pemerintahan mengamanatkan agar para pejabat memiliki rasa kepedulian
tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila dirinya
merasa telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu
memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan
negara.
c. Etika Ekonomi dan Bisnis
Etika ekonomi dan bisnis dimaksudkan
agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik oleh pribadi, institusi maupun
pengambil keputusan dalam bidang ekonomi, dapat melahirkan kiondisi dan
realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong
berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan bersaing,
serta terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi rakyat melalui
usaha-usaha bersama secara berkesinambungan. Hal itu bertujuan menghindarkan
terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli, kebijakan ekonomi yang
bernuansa KKN ataupun rasial yang berdampak negatif terhadap efisiensi,
persaingan sehat, dan keadilan; serta menghindarkan perilaku menghalalkan
segala cara dalam memperoleh keuntungan.
d. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Etika penegakan hukum dan berkeadilan
dimaksudkan untuk menumbuhkan keasadaran bahwa tertib sosial, ketenangan, dan
keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum
dan seluruh peraturan yang ada. Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya
supremasi hukum sejalan dengan menuju kepada pemenuha rasa keadilan yang hidup
dan berkembang di dalam masyarakat.
e. Etika Keilmuan dan Disiplin Kehidupan
Etika keilmuan diwujudkan dengan
menjunjung tingghi nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu
berpikir rasional, kritis, logis dan objektif. Etika ini etika ini ditampilkan
secara pribadi dan ataupun kolektif dalam perilaku gemar membaca, belajar,
meneliti, menulis, membahas, dan kreatif dalam menciptakan karya-karya baru,
serta secara bersama-sama menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dengan adanya etika maka nilai-nilai pancasila yang
tercermin dalam norma-norma etik kehidupan berbangsa dan bernegara dapat kita
amalkan. Untuk berhasilnya perilaku bersandarkan pada norma-norma etik
kehidupan berbangsa dan bernegara, ada beberapa hal yang perlu dilakukan
sebagai berikut.
a. Proses penanaman dan pembudayaan etika
tersebut hendaknya menggunakan bahasa agama dan bahasa budaya sehingga
menyentuh hati nurani dan mengundang simpati dan dukungan seluruh masyarakat.
Apabila sanksi moral tidak lagi efektif,
langkah-langkah penegakan hukum harus
dilakukan secara tegas dan konsisten.
b. Proses penanaman dan pembudayaan
etika dilakukan melalui pendekatan komunikatif, dialogis, dan persuasif, tidak
melalui pendekatan cara indoktrinasi.
c. Pelaksanaan gerakan nasional etika
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat secara sinergik dan berkesinambungan
yang melibatkan seluruh potensi bangsa, pemerintah ataupun masyarakat.
d. Perlu dikembangkan etika-etika
profesi, seperti etika profesi hukum, profesi kedokteran, profesi ekonomi, dan
profesi politik yang dilandasi oleh pokok-pokok etika ini yang perlu ditaati
oleh segenap anggotanya melalui kode etik profesi masing-masing.
e. Mengkaitkan pembudayaan etika
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat sebagai bagian dari sikap
keberagaman, yang menempatkan nilai-nilai etika kehidupan berbangsa, bernegara,
dan bermasyarakat di samping tanggung jawab kemanusiaan juga sebagai bagian
pengabdian pada Tuhan Yang MahaEsa.
5 BUKTI PANCASILA SEBAGAI SUMBER NILAI
sila ke-1 saling bertoleransi antar pemeluk agama
sila ke-2 tidak membedakan warna kulit, saling menghormati bangsa lain
sila ke-3 bangga berkebangsaan indonesia
sila ke-4 mengambil keputusan hingga mencapai keputusan bersama, karena
mengakui bahwa setiap orang memiliki kedudukan dan hak yang sama
sila ke-5 menjunjung tinggi sifat dan suasana gotong royong berdasarkan
kekeluargaan
MAKNA PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
Pancasila sebagai paradigma pembangunan, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif
menjadi dasar, kerangka acuan, dan
tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional
yang dijalankan di Indonesia. Hal ini
sebagai konsekuensi atas pengakuan dan
penerimaan bangsa Indonesia atas
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
nasional. Hal ini sesuai dengan
kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar
negara Indonesia, sedangkan negara
merupakan organisasi atau persekutuan hidup
manusia maka tidak berlebihan apabila
pancasila menjadi landasan dan tolok ukur
penyelenggaraan bernegara termasuk
dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu
dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat
manusia menurut Pancasila adalah
makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang
monopluralis tersebut mempunyai
ciri-ciri, antara lain:
a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional
diarahkan sebagai upaya meningkatkan
harkat dan martabat manusia yang
meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan
aspek ketuhanan. Secara singkat,
pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan
manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu
mengembangkan harkat dan martabat manusia secara
keseluruhan. Oleh karena itu,
pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang
mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik,
ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan. Pancasila menjadi paradigma
dalam pembangunan politik, ekonomi,
sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
PERWUJUDAN PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANNGUNAN
Pancasila Sebagai Sumber Nilai dan Paradigma Pembangunan
Pengertian Nilai
Dalam pandangan filsafat, nilai (value : Inggris) sering
dihubungkan dengan masalah kebaikan. Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila
sesuatu itu berguna, benar (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik
(nilai moral), religius (nilai religi), dan sebagainya. Nilai itu ideal,
bersifat ide. Karena itu, nilai adalah sesuatu yang abstrak dan tidak dapat
disentuh oleh panca indera. Yang dapat ditangkap adalah barang atau laku
perbuatan yang mengandung nilai itu.
Ada
dua pandangan tentang cara beradanya nilai, yaitu:
a.
Nilai sebagai
sesuatu yang ada pada objek itu sendiri (objektif), merupakan suatu hal yang
objektif dan membentuk semacam “dunia nilai”, yang menjadi ukuran tertinggi
dari perilaku manusia (menurut filsuf Max Scheler dan Nocolia Hartman).
b.
Nilai sebagai sesuatu yang bergantung kepada penangkapan dan perasaan orang
(subjektif). Menurut Nietzsche, nilai yang dimaksudkan adalah tingkat atau
derajat yang diinginkan oleh manusia. Nilai, yang merupakan tujuan dari
kehendak manusia yang benar, sering ditata menurut susunan tingkatannya yang
dimulai dari bawah, yaitu: nilai hedonis (kenikmatan), nilai utilitaris
(kegunaan), nilai biologis (kemuliaan), nilai diri estetis (keindahan,
kecantikan), nilai-nilai pribadi (sosialis), dan yang paling atas adalah nilai
religius (kesucian).
Dari
pandangan dan pemahaman tentang nilai, baik yang bersifat objektif maupun
subjektif, berikut ini ada beberapa pengertian tentang nilai.
·
Kamus Ilmiah Populer:
Nilai adalah ide tentang apa yang baik, benar, bijaksana, dan apa yang berguna
sifatnya lebih abstrak dari norma.
·
Laboratorium
Pancasila IKIP Malang: Nilai adalah sesuatu yang berharga, yang berguna, yang
indah, yang memperkaya batin, yang menyadarkan manusia akan hakikat dan
martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong, mengarahkan
sikap dan perilaku manusia.
·
Nursal Luth dan
Dainel Fernandez: Nilai adalah perasaan-perasaan tentang apa yang diinginkan
atau tidak diinginkan yang mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang
memiliki nilai itu, Nilai bukanlah soal benar atau salah, tetapi soal dikehendaki
atau tidak, disenangi atau tidak. Nilai merupakan kumpulan sikap dan
perasaan-perasaan yang selalu diperlihatkan melalui perilaku oleh manusia.
·
Kluckhoorn: Nilai
adalah suatu konsepsi yang eksplisit khas dari perorangan atau karakteristik
dari sekelompok yang orang mengenai sesuatu yang didambakan, yang berpengaruh
pada pemilihan pola, sarana, dan tujuan dari tindakan. Nilai bukanlah
keinginan, tetapi apa yang diinginkan. Artinya, nilai itu bukan hanya
diharapkan tetapi diusahakan sebagai sesuatu yang pantas dan benar bagi diri
sendiri dan orang lain. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengatasi kemauan pada
saat dan situasi tertentu itulah yang disebut dengan nilai.
Kesimpulannya,
nilai adalah kualitas ketentuan yang bermakna bagi kehidupan manusia
perorangan, masyarakat, bangsa, dan negara. Kehadiran nilai dalam kehidupan
manusia dapat menimbulkan aksi dan reaksi, sehingga manusia akan menerima atau
menolak kehadirannya. Konsekuensinya, nilai akan menjadi tujuan hidup yang
ingin diwujudkan dalam kenyataan.
Ciri-ciri
Nilai :
a.
Nilai-nilai yang mendarah daging
Yaitu nilai yang telah menjadi kepribadian bawah sadar atau
yang mendorong timbulnya tindakan tanpa berfikir lagi. Bila dilanggar, timbul
perasaan malu atau bersalah yang mendalam dan sukar dilupakan, misalnya:
1.
Orang yang taat
beragama akan menderita beban mental apabila melanggar salah satu dari norma
agama tersebut.
2.
Seorang ayah
berani bertarung maut demi menyelamatkan anaknya.
b.
Nilai yang dominan
Merupakan nilai yang dianggap lebih penting daripada
nilai-nilai lainnya. Hal ini nampak pada pilihan yang dilakukan seseorang pada
waktu berhadapan dengan beberapa alternatif tindakan yang harus diambil.
Beberapa pertimbangan dominan atau tidaknya nilai tersebut adalah sebagai
berikut.
1.
Banyaknya orang yang menganut nilai tersebut.
2.
Lamanya nilai itu dirasakan oleh para anggota kelompok tersebut.
3.
Tingginya usaha untuk mempertahankan nilai itu.
4.
Tingginya kedudukan (prestise) orang-orang yang membawakan nilai itu
Macam-macam
Nilai
Menurut
pandangan Prof. Dr. Notonagoro, nilai dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.
2.
Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3.
Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai
rohani dapat dibedakan atas empat macam, antara lain:
a. Nilai kebenaran / kenyataan yang bersumber dari unsur akal
manusia (ratio, budi, cipta).
b. Nilai keindahan yang bersumber dari unsur manusia
(perasaan dan estetis).
c. Nilai moral/kebaikan yang bersumber dari unsur
kehendak/kemauan (karsa dan etika).
d.
Nilai religius, yaitu merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tinggi dan
mutlak yang bersumber dari keyakinan manusia.
Pancasila
sebagai Sumber Nilai
Bagi
bangsa Indonesia, yang dijadikan sebagai sumber nilai dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah Pancasila. Hal ini berarti bahwa
seluruh tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara menggunakan Pancasila
sebagai dasar moral atau norma dan tolak ukur tentang baik buruk dan benar
salahnya sikap, perbuatan, dan tingkah laku bangsa Indonesia.
Pancasila
dalam kedudukannya sebagai sumber nilai, secara umum dapat dilihat dalam
penjelasan berikut ini.
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa
·
Merupakan bentuk
keyakinan yang berpangkat dari kesadaran manusia sebagai makhluk Tuhan.
·
Negara menjamin bagi
setiap penduduk untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
·
Tidak boleh melakukan
perbuatan yang anti ketuhanan dan anti kehidupan beragama.
·
Mengembangkan
kehidupan toleransi baik antar, inter, maupun antara umat beragama.
·
Mengatur hubungan
negara dan agama, hubungan manusia dengan Sang Pencipta, serta nilai yang
menyangkut hak asasi yang paling asasi.
·
Dijamin dalam Pasal
29 UUD 2945.
·
Program pembinaan dan
pelaksanaan selalu dicantumkan dalam GBHN.
·
Regulasi UU atau
Kepmen yang menjamin kelangsungan hidup beragama.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Merupakan
bentuk kesadaran manusia terhadap potensi budi nurani dalam hubungan dengan
norma-norma kebudayaan pada umumnya.
·
Adanya konsep nilai
kemanusiaan yang lengkap, yang adil dan bermutu tinggi karena kemampuannya yang
berbudaya.
·
Manusia Indoensia
adalah bagian dari warga dunia, meyakini adanya prinsip persamaan harkat dan
martabat sebagai hamba Tuhan.
·
Mengandung nilai
cinta kasih dan nilai etis yang menghargai keberanian untuk membela kebenaran,
santun dan menghormati harkat kemanusiaan.
·
Dijelmakan dalam
Pasal 26, 27, 28, 28A-J, 30, dan 31 UUD 1945.
·
Regulasi dalam bentuk
peraturan perundang-undangan sudah banyak dihasilkan.
3.
Persatuan Indonesia
·
Persatuan dan
kesatuan dalam arti ideologis, ekonomi, politik, sosial budaya, dan keamanan.
·
Manifestasi paham
kebangsaan yang memberi tempat bagi keagamaan budaya atau etnis.
·
Menghargai
keseimbangan antara kepentingan pribadi dan masyarakat.
·
Menjunjung tinggi
tradisi kejuangan dan kerelaan untuk berkorban dan membela kehormatan bangsa
dan negara.
·
Adanya nilai
patriotik serta penghargaan rasa kebangsaan sebagai realitas yang dinamis.
·
Dijelmakan dalam
Pasal 1, 32, 35, 36, 36A-C UUD 1945.
·
Regulasi dalam bentuk
peraturan perundang-undangan sudah banyak dihasilkan.
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
·
Paham kedaulatan yang
bersumber kepada nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan.
·
Musyawarah merupakan
cermin sikap dan pandangan hidup bahwa kemauan rakyat adalah kebenaran dan
keabsahan yang tinggi.
·
Mendahulukan
kepentingan negara dan masyarakat.
·
Menghargai
kesukarelaan dan kesadaran daripada memaksakan sesuatu kepada orang lain.
·
Menghargai sikap etis
berupa tanggung jawab yang harus ditunaikan sebagai amanat seluruh rakyat baik
kepada manusia maupun kepada Tuhannya.
·
Menegakkan nilai
kebenaran dan keadilan dalam kehidupan yang bebas, aman, adil, dan sejahtera.
·
Dijelmakan dalam
Pasal 1 (ayat 2), 2, 3, 4, 5, 6, 7, 11, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 22 A-B, dan 37.
·
Regulasi dalam bentuk
peraturan perundang-undangan sudah banyak dihasilkan.
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
·
Setiap rakyat
Indonesia diperlakukan dengan adil dalam bidang hukum, ekonomi, kebudayaan, dan
sosial.
·
Tidak adanya golongan
tirani minoritas dan mayoritas.
·
Adanya keselarasan,
keseimbangan, dan keserasian hak dan kewajiban rakyat Indonesia.
·
Kedermawanan terhadap
sesama, sikap hidup hemat, sederhana, dan kerja keras.
·
Menghargai hasil
karya orang lain.
·
Menolak adanya
kesewenang-wenangan serta pemerasan kepada sesama.
·
Menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia.
·
Dijelmakan dalam
Pasal 27, 33, dan 34 UUD 1945.
·
Regulasi dalam bentuk
peraturan perundang-undangan sudah banyak dihasilkan.
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan
1.
Pengertian Paradigma Pembangunan
Kata paradigma mengandung arti model, pola, atau contoh.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, paradigma diartikan seperangkat unsur bahasa
yang sebagian bersifat konstan (tetap) dan yang sebagian berubah-ubah.
Paradigma, juga dapat diartikan suatu gugusan pemikiran. Menurut Thomas S. Kuhn,
paradigma adalah asumsi-asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber
nilai), yang merupakan sumber hukum, metode serta cara penerapan dalam ilmu
pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri, dan karakter ilmu
pengetahuan tersebut.
Paradigma juga dapat diartikan sebagai cara pandang,
nilai-ninlai, metode-metode, prinsip dasar atau cara memecahkan masalah yang
dianut oleh suatu masyarakat pada masa tertentu. Dalam pembangunan nasional,
Pancasila adalah suatu paradigma, karena hendak dijadikan sebagai landasan,
acuan, metode, nilai, dan tujuan yang ingin dicapai di setiap program
pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan
kata pembangunan menunjukkan adanya pertubmbuhan, perluasan ekspansi yang
bertalian dengan keadaan yang harus digali dan yang harus dibangun agar dicapai
kemajuan di masa yang akan datang. Pembangunan tidak hanya bersifat kuantitatif
tetapi juga kualitatif (manusia seutuhnya). Di dalamnya terdapat proses
perubahan yang terus-menerus menuju kemajuan dan perbaikan ke arah tujuan yang
dicita-citakan. Dengan demikian, kata pembangunan mengandung pamahaman akan
adanya penalaran dan pandangan yang logis, dinamis, dan optimistis.
2.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Sejak tanggal 18 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah
sepakat bulat menerima Pancasila sebagai dasar negera sebagai perwujudan
falsafah hidup bangsa dan sekaligus ideologi nasional. Sejak negara republik
Indonesia diproklamasikan tangagl 17 Agustu 1945 hingga kapanpun-selama kita
masih menjadi warga Indonesia- maka loyalitas terhadap ideologi Pancasila
dituntut dalam bentuk sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang nyata dan
terukur. Inilah sesungguhnya wujud negara sebagai konsekuensi logis yang bangga
dan mencintai ideologi negaranya yang benar-benar telah menghayati, mengamalkan
dan mengamankannya dari derasnya sistem-sistem ideologi bangsa/negara modern
dewasa ini.
Pancasila dalam paradigma pembangunan sekarang dan di
masa-masa yang akan datang bukanlah lamunan kosong, akan tetapi menjadi suatu
kebutuhan sebagai pendorong semangat pentingnya paradigma arah pembangunan yang
baik dan benar di segala bidang kehidupan. Jati diri atau kepribadian bangsa
Indonesia yang ramah tamah, kekeluargaan dan musyawarah, serta solidaritas yang
tinggi, akan mewarnai jiwa pembangunan nasional baik dalam perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, maupun dalam evaluasinya.
Berdasarkan konseptualisasi paradigma pembangunan tersebut
di atas, maka unsur manusia dalam pembangunan sangat penting dan sentral.
Karena manusia adalah pelaku dan sekaligus tujuan dari pembangunan itu sendiri.
Oleh sebab itiu, jika pelaksanaan pembangunan di tangan orang yang sarat KKN
dan tidak bertanggung jawab, maka segala modal, pikiran m ilmu pengetahuan dan
teknologi yang diterapkan dapat membahayakan sekaligus merugikan masyarakat,
bangsa, dan negara.
Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila
Pedoman
Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4)/Eka Prasetya Pancakarsa
adalah sebuah panduan tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan
bernegara semasa Orde Baru. Panduan P4
dibentuk dengan Ketetapan MPR no. II/MPR/1978. Ketetapan MPR no.
II/MPR/1978tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam
Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan
Pancasila. Saat ini produk hukum ini tidak berlaku lagi karena Ketetapan MPR
no. II/MPR/1978 telah dicabut dengan Ketetapan MPR no XVIII/MPR/1998 dan
termasuk dalam kelompok Ketetapan MPR yang sudah bersifat final atau selesai
dilaksanakan menurut Ketetapan MPR no. I/MPR/2003
Dalam
perjalanannya 36 butir pancasila dikembangkan lagi menjadi 45 butir oleh BP7. Tidak pernah
dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan
dalam keseharian warga Indonesia.
Sila pertama
Bintang.
- Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
- Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
- Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Sila kedua
Rantai.
- Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
- Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
- Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
- Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
- Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
- Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
- Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
- Berani membela kebenaran dan keadilan.
- Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
- Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ketiga
Pohon Beringin.
- Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
- Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
- Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
- Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
- Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
- Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
- Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat
Kepala Banteng
- Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
- Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
- Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
- Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
- Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
- Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
- Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
- Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
- Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
- Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Sila kelima
Padi Dan Kapas.
- Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
- Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
- Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
- Menghormati hak orang lain.
- Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
- Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
- Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
- Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
- Suka bekerja keras.
- Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
- Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar